Sayyid Quthub adalah salah seorang ulama yang mati syahid demi membela agama Islam ,adapun beliau adalah manusia biasa yang kadang salah terkadang benar. Adapun kesalahan beliau dinilai berdasarkan tingkatannya. Adapun pendapatnya yang sesuai dengan Alqur’an Dan Asunnah kita ambil namun kesalahannya yang bertentangan dengan Alqur’an Dan Asunnah kita tinggalkan.
Oleh karena itu , siapapun dia , apakah dia orang yang terpandang maupun shalih dapat tertimpa hal serupa, bahkan syaikh robi’ sekalipun pernah tergelincir dalam tulisan maupun ceramahnya.[1]
Maka dapat menjadi suatu keharusan adanya suatu kaidah untuk dapat melindungi kehormatan mereka para ulama dari pencercaan, karena terjadinya suatu kekelireuan yang pasti menimpa dikalangan mereka. Orang-orang yang secara umum dipandang sebagai orang yang baik dan saleh tidak boleh direndahkan kedudukannya karena kesalahan yang dilakukannya. Hal itu tidak dapat ia elakan, kecuali oleh orang yang maksum.
Said Bin Al Musayyab berkata: “Tidak seorang pun yang terhormat maupun yang alim yang selamat dari cacat. Akan tetapi, ada diantara manusia ini orang-orang yang tidak patut disebut-sebut cacatnya jika orang itu kebaikannya jauh lebih banyak dari kekurangannya, dan kekurangannya tertutup oleh kelebihannya,”[2].
Dalam hal ini Ibnul Qoyyim berkata: “Kalau setiap orang yang berbuat keliru atau salah dibuang secara total atau segala kebaikannya dipandang tidak berarti sedikitpun , maka seluruh ilmu teknik keterampilan dan hukum menjadi rusak dan hancur lebur bangunannya.”[3].
Syaikh Al Allamah Abdul Azis Bin Abdullah Alu Syaikh berkata, “Kitab Tafsir Fizhilalil Qur’an adalah kitab yang bermanfaat . penulisnya menuliskannya agar Al Qur’an ini dijadikan sebagai undang-undang kehidupan. Kitab ini bukanlah tafsir dalam arti kata harfiah, tetapi penulisnya banyak menampilkan ayat-ayat Al Qur’an yang dibutuhkan oleh seorang muslim dalam hidupnya…disana ada orang yang mengkritik sebagian istilah yang terdapat dalam kitab ini namun sesungguhnya hal-hal yang dianggap kesalahan ini adalah dikarenakan indahnya perkataan sayyid quthub dan tingginya gaya bahasa yang beliau pergunakan diatas gaya bahasa pembaca. Inilah sebenarnya yang tidak dipahami oleh sebagian orang yang mengkritiknya.Kalau saja mereka mau menyelaminya lebih dalam dan mengulangi bacaannya, sungguh akan jelas bagi mereka kesalahan mereka, dan kebenaran Sayyid Quthub.”[4]
Syaikh Manna Al Qahthan-rahimahullah- berkata,”Sayyid Quthub telah menjumpai tuhannya dalam keadaan syahid demi mebela aqidahnya dengan meninggalkan warisan pemikirannya dan yang paling terdepan dalam kitab tafsirnya yang berjudul fizhilalil qur’an.Ini adalah kitab tafsir yang sempurna bagi kehidupan dibawah naungan alqur’an dan petunjuk islam.Penulisnya hidup dibawah naungan alqur’an sebagaiman yng dipahami dalam judulnya, beliau menikmati keindahan dalam alqur’an dan mengungkapkannya dengan segala perasaannya; ungkapan yang jujur… kitab ini terdiri dari 8 jilid dan telah dicetak berkali-kali dalam beberapa tahunb, dikarenakan ia mendapat sambutan yang hangat dari para ilmuwan[5].
Kemudian Syaikh Al Allamah Bakr Abdullah Abu Zaid Hafizhahullah, anggota hay’ah kibar al-ulama Saudi Arabia, memberikan tanggapan tentang buku Syaikh Rabi’ Almadkhali yang berjudul: “Adhwa Islamiyah ‘Ala ‘Aqidati Sayyid Quthb Wa Fikrih.” Syaikh Bakr berkata, “ Sesungguhnya dalam buku sayyid quthub rahimahullah yang berjudul ‘ muqawwimat at tashawwur al islamiy’ terdapat bantahan yang tegas terhadap orang-orang yang mengatakan wihdatul wujud. Untuk itu kamikatakan semoga allah mengampuni sayyid quthub atasperkataannya yang mutsyabih yang beliau utarakan dengan suatu uslub dimana terdapat ibarat yang luas didalamnya. Dan perkataan yangsamar dari sayyid quthub semacam ini harus dikalahkan dengan perkataan lain dari sayyid quthub yang tegas.”[6]
Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid juga mengatakan dalam surat terbuka beliau kepada Syaikh Rabi’.”Dan diantara daftar isi tertulis ‘perkataan sayyid quthub tentang khalqul qur’an dan bahwa kalam allah adalah ibarat suatu kehendak’…..Akan tetapi, ketika saya membaca halaman-halaman yang disebutkan, saya tidak mendapatkan satu hurufpun yang didalamnya menunjukan bahwa sayyid quthub rahimahullahu ta’ala mengatakan al qur’an itu makhluk.Kenapa begitumudahnya anda melemparkan tuduhan takfir ini?”
Surat terbuka ini sesungguhnya karena permintaan dari Dr robi’ sendiri kepada Syaikh Bakr agar bersedia memberikan pengantar atau komentar atas buku beliau yang menyerang sayyid quthub. Semula Syaikh Bakr yang juga banyak syair dan mengusai sastra arab enggan memberikan komentarnya . namun karena Dr.robi mendesak beliau agar berkenan memberikan komentarnya, akhirnya beliau menuliskan pendapat beliau yang sesungguhnya tentang buku “Adhwa Islamiyah ‘Ala ‘Aqidati Sayyid Quthb Wa Fikrih.” (Pandangan islam atas aqidah dan pemikiran sayyid quthub).
Dalam surat yang cukup panjang lebar tersebut, Syaikh Bakr mengungkapkan ketidak setujuannya atas buku dimaksud dengan bahasa yang cukup keras namun santun. Syaikh juga menyebutkan kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan yang terdapat di buku tersebut. Diakhir surat syaikh bakr berpesan kepada Dr robi’ : “dan pada penutup surat ini , sesungguhnya saya menasehatkan kepada saudaraku yang terhormat fillah, agar menvcabut percetakan “Adhwa Islamiyah ‘ala ‘aqidati sayyid quthb wa fikrih.”. sesungguhnya buku ini tidakl boleh diterbitkan dan diedarkan karena didalamnya terdapat pelecehan yang amat berat dan pengaruh yang sangat besar terhadap para pemuda umat ini untuk terjerumus kedalam perbuatan mencela ulama, mendeskreditkan ulama, meremehkan kemampuan mereka dan melalaikan segala keutamaan mereka. Dan maafkanlah saya –semoga Allah memberikan berkah kepada anda- jika saya agak keras dalam menggunakan istilah. Hal ini tak lain karena saya melihat pelecehan anda yang sangat berat dank arena rasa sayang saya kepada anda, jika dikarenakan keinginan anda yang begitu menggebu untuk mengetahui apa pendapat saya tentang buku anda tersebut… maka , pena saya pun menuliskannya sebagaimana yang telah lalu. Semoga allah memberikan kebaikan kepada apa yang telah saya tulis dan kepada semuanya.” (Amin)
Syaikh Bakr juga mengatakan , bahwa perbedaan bahasa arab yang digunakan Syaikh sayyid quthub dan syaikh robi’ ibarat bahasa yang digunakan seorang mahasiswa dan anak I’dadi (persiapan bahasa). Sehingga anak yang masih I’dad tidak begitu faham dengan bahasa mahasiswa..
Begitulah pendapat kami tentang Sayyid Quthub –rahimahullah-, bahwa pendapat kami terhadap Sayyid Quthub –rahimahullah-, sama dengan pendapat Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid, Syaikh Manna Al Qahthan Rahimahullah,Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin[7] Dan Syaikh Al Allamah Abdul Azis Bin Abdullah Alu Syaikh –Hafidzahullah-(Ketua Lajnah Da’imah Sekarang).
[1] Kesalahan dalam membaca Al-Qur’an:
dalam kaset syekh robi‘ bin hadi al-madkholi yang berjudul “Liqo` Tholabatil
‘Ilmi,” beliau membaca surat al-baqoroh 155 : wa lanabluwannakum bi syay`in minal khowfi wal juu’i wa naqshin minal amwaali wats-tsamaroot…
seharusnya : minal amwaali WAL ANFUSI wats-tsamaroot
kurang “wal anfusi”
2. judul kaset : Al-Makhroj Minal Fitan surat ali imron 80
syekh robi‘ membaca : maa kaana li basyarin an ya`tiyahullahul kitaaba …
seharusnya : an YU`TIYAHULLAHUL kitaaba…
beliau membaca dengan fathah ya`, padahal seharusnya dengan dhommah ya`.
3. judul kaset : Al-Makhroj Minal Fitan
surat ali imron 80
syekh robi‘ membaca : … wa laakin kuunuu robbaaniyyiina bimaa kuntum tatluunal kitaaba…
seharusnya : bimaa kuntum TU’ALLIMUUNAL kitaaba… ini salahnya fatal banget!
4. judul kaset : Shifat Al-Abror
surat ali imron 195
syekh robi‘ membaca : fastajaaba lahum robbuhum innii laa udhii’u ‘amala …
seharusnya : … robbuhum ANNII laa…
beliau membaca dengan kasrah hamzah. padahal seharusnya dengan fathah.
judul kaset : Asy-Syabaab wa Musykilaatuh surat an-nisaa` 83
syekh robi‘ membaca : wa idzaa jaaaa`ahum amrun minal khowfi adzaa’uu bih
seharusnya : amrun minal AMNI AWIL khowfi …
kurang : dua kata (AMNI AWIL)
ini yang paling parah, karena terdapat dalam tiga kaset.
judul kaset : Al-I’tisham bil Kitab was Sunnah; Wujubul Ittiba’ Lal Ibtida’; Nadwah ‘Anil Jihad Ma’a Ibni Jibrin
surat an-nisaa` 115
syekh robi‘ al-madkholi membaca : wa man yusyaaaaqqir rasuula min ba’di…
(beliau membaca dengan mad lazim mutsaqqol kalimi. ini salah)
seharusnya : ... YUSYAAQIQIR rasuula min…
[2] Al bidayah wan nihayah , Ibnu Katsir 9/100
[3] Madarijus salikin, 2/39
[4] fatwa tertanggal 20/8/2005 M
Berikut teks aslinya:
مفتى المملكة يشيد بسيد قطب ومؤلفاته
20-8-2005
“…يأتي هذا التصريح من سماحة الشيخ عبد العزيز قاطعا للجدل الدائر حول كتاب ” في ظلال القرآن ” لاسيما وأنه صادر من أعلى مرجعية للفتوى في المملكة في وقت تشتد فيه الحملة على سيد قطب من قبل الكثير من التيارات الفكرية المعاصرة…”
أشاد سماحة الشيخ العلامة عبد العزيز بن عبد الله آل الشيخ مفتي عام المملكة بكتاب ” في ظلال القرآن ” لسيد قطب رحمه الله وذلك في أحد دروسه التي ألقاها مؤخرا.
ومما ذكره عن كتاب ” في ظلال القرآن ” أنه كتاب نافع كتبه مؤلفه ليجعل من القرآن نظام حياة وهو ليس تفسيرا بالمعنى الحرفي إلا أنه استخرج من القرآن الكثير مما يحتاج إليه المسلم.
وذكر سماحته أن هناك من شنع على بعض العبارات التي وردت في كتاب الظلال إلا أن هذه الأخطاء سببها علو كلام سيد وسمو أسلوبه فوق أسلوب القارئ وهذا ما لم يفهمه بعض من انتقدوه ولو أنهم أعادوا النظر وكرروا القراءة لتبين لهم خطأهم وصواب سيد قطب.
وأشار إلى أن سيد قطب كان له توجهات مخالفة للإسلام إلا أنه تاب منها وعاد إلى الصواب وانصرف إلى الكتابة في القرآن الكريم وقد وقعت له أخطاء في بعض كتبه القديمة أعلن تراجعه عنها فيما بعد كما وقع له في الظلال بعض الأخطاء التي سببها له قلة علمه الشرعي.
ودعا في كلمته إلى وجوب إحسان الظن بالناس وحمل كلامهم على أحسن المحامل كما أوصى طلبة العلم بقراءة كتاب الظلال والاستفادة مما فيه ونبه في كلامه إلى أن سيد قطب قتل شهيدا.
وأصدر حكم الإعدام على سيد قطب الرئيس المصري الأسبق جمال عبد الناصر بعد أن رفض سيد كتابة اعتذار أو طلب العفو منه وقد كانت هناك جهود كثيرة لرفع حكم الإعدام عن سيد والشفاعة في إطلاق سراحه منها محاولات قام بها الملك فيصل بن عبد العزيز رحمه الله إلى أنها باءت بالفشل.
ويعتبر سيد قطب رحمه الله وكتابه ” في ظلال القرآن ” أحد القضايا المحورية التي تدور عليها صراعات فكرية معاصرة وقد انقسم الناس في سيد قطب وكتاباته إلى مذاهب عديدة كان أحظاها بالصواب هو تقرير ما في كتبه من الأخطاء وهي قليلة مع الاعتذار له والإشادة بجهوده في خدمة الإسلام وتأصيل قضايا الدعوة والحكم بالشريعة.
ويأتي هذا التصريح من سماحة الشيخ عبد العزيز قاطعا للجدل الدائر حول كتاب ” في ظلال القرآن ” لاسيما وأنه صادر من أعلى مرجعية للفتوى في المملكة في وقت تشتد فيه الحملة على سيد قطب من قبل الكثير من التيارات الفكرية المعاصرة فمنهم من يحمله جميع أسباب العنف الموجود في العالم الإسلامي وأن كتبه رافد رئيس من روافد الغلو والعنف في العالم الإسلامي ومنهم من يرى أنه من الكفار المرتدين.
وتجدر الإشارة إلى أن مؤلفات سيد قطب والكثير من مؤلفات أخيه محمد قطب ممنوعة من التداول في العديد من الدول العربية بما فيها المملكة العربية السعودية.
[5] Mabhits fi ‘Ulum Al-Qur’an/Syaikh Manna’ Khalil Al-Qaththan/hal 362-363/penerbit maktabah Wahbah –Kairo Mesir
[6] Surat tertanggal 17/01/2004, bisa dilihat di www.islamgold.com/view.php?gid=7&rid=94
[7] Fatwa Syaikh Abdullah Bin Jibrin (Anggota Ha’iah Kibaril ‘Ulama Al-Mamlakah Al-‘Arabiyyah As-Su’udiyyah) Tentang Hasan Al-Banna Dan Sayid Quthub :
Soal:
Segelintir pemuda mengelompokkan Sayid Quthub dan Hasan Al-Banna sebagai ahli bid’ah berikut melarang membaca buku-buku mereka, serta menuduh beberapa ulama lainnya sebagai penganut faham khawarij. Alasan mereka melakukan itu semua adalah dalam rangka menjelaskan kesalahan kepada masyarakat, sedang status mereka sendiri masih sebagai para penuntut ilmu.
Saya sangat mengharapkan jawaban yang dapat menghilangkan keragu-raguan dan kebingungan saya mengenai hal ini.
Jawab:
Segala puji bagi Allah semata. Menggelari orang lain sebagai mubtadi’ (pelaku bid’ah) atau fasik (pelaku dosa besar) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan atas umat Islam, karena Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya: “Wahai musuh Allah”, sedang kenyataannya tidak seperti itu, maka ucapannya itu menimpa dirinya sendiri.” (HR. Muslim).
“Barangsiapa yang mengkafirkan seorang muslim, maka ucapan itu tepat adanya pada salah satu di antara keduanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
“..bahwa ada seseorang yang melihat orang lain melakukan dosa, lalu ia berkata kepadanya: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu‘. Maka Allah berfirman:
‘Siapakah gerangan yang bersumpah atas (Nama)Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuninya dan Aku gugurkan (pahala) amalmu‘.” (HR. Muslim).
Kemudian saya ingin mengatakan bahwa Sayid Quthub dan Hasan Al-Banna termasuk para ulama dan tokoh dakwah Islam. Melalui dakwah mereka berdua,
Allah telah memberi hidayah kepada ribuan manusia. Partisipasi dan andil dakwah mereka berdua tak mungkin diingkari. Itulah sebabnya, Syaikh Abdulaziz bin Baaz  mengajukan permohonan dengan nada yang lemah lembut kepada Presiden Mesir saat itu, Jamal Abdunnaser -semoga Allah membalasnya dengan ganjaran yang setimpal – untuk menarik kembali keputusannya menjatuhkan
hukuman mati atas Sayid Quthub, meskipun pada akhirnya permohonan Syaikh
Bin Baaz tersebut ditolak.
Setelah mereka berdua (Sayid Quthub dan Hasan Al-Banna) dibunuh, nama keduanya selalu disandangi sebutan “Asy-Syahid” karena mereka dibunuh dalam keadaan terzalimi dan teraniaya. Penyandangan sebutan “Asy-Syahid” tersebut diakui oleh seluruh lapisan masyarakat dan tersebarluaskan lewat media massa dan buku-buku tanpa adanya protes atau penolakan.
Buku-buku mereka berdua diterima oleh para ulama, dan Allah memberikan manfaat – dengan dakwah mereka – kepada hamba–hambaNya, serta tak ada seorang pun yang telah melemparkan tuduhan kepada mereka berdua selama lebih
dari duapuluh tahun. Bila ada kesalahan yang mereka lakukan, maka hal yang sama telah dilakukan oleh Imam Nawawi, Imam Suyuthi, Imam Ibnul Jauzi, Imam Ibnu
‘Athiyah, Imam Al-Khaththabi, Imam Al-Qasthalani, dan yang lainnya.
Saya telah membaca apa yang ditulis oleh Syaikh Rabie‘ bin Hadi Al-Madkhali
(ulama muda Saudi yg anti IKHWAN-pen) tentang kitab bantahannya terhadap Sayid Quthub, tapi saya melihat tulisannya itu sebagai contoh pemberian judul yang sama sekali jauh dari kenyataan yang benar. Karena itulah,tulisannya tersebut dibantah oleh Syaikh Bakr Abu Zaid (juga anggota hai‘ah Kibaril ‘Ulama KSA-pen) hafidzhahullah
Mata cinta terasa letih memandang aib
Tapi mata benci selalu melihat aib
Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin
26 Shafar 1417 H.
Mei 13, 2007 at 6:01 am
assalamu’alaikum.
afwan yg nulis artikel ini fotonya yg diatas itu ya? kayaknya ana pernah ketemu n kenal ama antum dulu di jawa.
Mei 23, 2007 at 3:15 am
beliau ust zainuddin ibrahim, beliau editornya, tapi yg menyusun tulisan ana akh abu umair
Juli 30, 2007 at 4:28 pm
iya…ana baru ingat nama beliau. ana kenal dan berjumpa dengan beliau sewaktu di ma’ha al irsyad salatiga tahun 2005.
Juli 30, 2007 at 4:30 pm
iya…ana baru ingat nama beliau. ana kenal dan berjumpa dengan beliau sewaktu di ma’had al irsyad salatiga tahun 2005. afwan akhy, apakah yang antum tulis ini merupakan kutipan langsung dari pernyatan ustadz ahmad afwan? seperti “Sayyid Quthub adalah salah seorang ulama yang mati syahid demi membela agama Islam”? jazakallah khayr
April 11, 2008 at 7:42 am
yg terjadi skrg bnyk yg mngaku salafiyyun tp ikut2an menjelek jelekkan ulama2 ikhwani..
mnrut ana qta mnuntut ilmu drmn aja asal sesuai dg al-qur’an dan assunnah.
jazakalloh
Mei 15, 2008 at 7:38 am
Kenapa antum membela tokoh ikhwannul muslimin, yang dipenjara karena melawan pemerintah. apa maksudnya Sayyid Quthub syahid? Apakah dia mati melawan orang kafir? Bukankah manhaj salafy itu tidak memberontak kepada penguasa muslim ( jelas kalau Nasser itu seorang muslim)dan juga tidak mempersaksikan kalau seseorang itu mati syahid.
Antum ini juga ga menyebut kalau Syaikh Albani menyebutnya penulis bodoh karena dia percaya widhatul wujud dalam tafsirnya. Shaikh Abdullaah ad-Dawais,dan Shaikh Mahmood Muhammad Shaakir menyebut dia menghina Utsman ibn affan karena menyebut Utsman merebut hak Ali untuk menjadi khalifah ketiga (dengan ini dia bahkan bukan seorang ahlu sunnah).
Jadi Sayyid Quthub itu mati syahid darimana? coba jawab.
Juli 14, 2008 at 2:50 am
setuju ama pendapatnya bung iqbal (atas).
hayo???
-melawan pemerintah
-wihdatul wujud
-menghina khalifah Ustman
Mohon dibedakan antara ketergelinciran dengan ke-ngawur-an
Oktober 16, 2008 at 6:33 am
OC
November 30, 2008 at 8:53 am
Sayyid Quthb itu Khoriji sudah wadih!!!!!! para Ulama koq mau dibantah pendapat ustadz???? jangan ngawur ah!!
Februari 5, 2009 at 5:27 am
assalamualaikum’
tentang mati syahid hanya Allah Azza wa jalla yang maha tahu.janganlah kita mengatakan si fulan syahid atau akan masuk syurga dsbnya.katakanlah barang siapa yang berjuang di jalan Allah dan mati maka ia syahid, kan dari hadist dah jelas.jadi walaupun baik tapi kita harus berhati2 apalagi menyangkut hal yang ghaib.
wassalam
Desember 20, 2010 at 11:44 pm
FATWA-FATWA PARA ULAMA TENTANG SAYYID QUTHB
Oleh
Andy Abu Thalib Al-Atsary
Penulis buku “Al-Ikhwan Al-Muslimun : Anugrah Allah Yang Terzalimi berkata di halam 50 paragraf 4.
“Dr. Rabi’ bin Hadi –wafaqahullah- berkata tentang Sayyid Quthb, “Menurut kami, diamnya Sayyid Quthb terhadap bid’ah dan kesesatan karena dua hal. Pertama, ia banyak terlibat di sebagian besar bid’ah itu. Kedua, ia tidak peduli dengan masalah itu asalkan dia sendiri tidak terjerumus di dalamnya”. Itulah perkataan yang dibuat-buat yang sebagiannya telah dibantah masyayikh mereka sendiri”.
Jawaban.
Saya berkata : Perkataan penulis diatas adalah dusta. Saya tidak menemukan satupun perkataan masyayikh Ahlus Sunnah yang membantah perkataan Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah. Sebaliknya yang saya temukan adalah pujian dari para ulama kepada Syaikh Rabi’ atas apa yang telah dilakukannya –yakni mengungkap kebatilan pemikiran Sayyid Quthb- dalam buku-buku beliau.
Berikut saya kutipkan fatwa-fatwa para ulama tentang Sayyid Quthub [1], yang membuktikan bahwa tidak ada satupun ulama Ahlus Sunnah yang membantah Syaikh Rabi, bahkan mereka semua –semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan mereka semua- membenarkan apa yang telah ditulis oleh Syaikh Rabi’ dan mereka semuanya turut membuka kedok Sayyid Quthb.
Berkata Al-Muhadits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam ta’liq beliau atas khatimah dari kitab Syaikh Rabi hafzhahullah yang berjudul Al-Awashim Mimma fii Kutubi Sayyid Quthb minal Qawashim[2].
Segala hal yang telah disampaikannya (Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali) tentang Sayyid Quthb benar dan tepat. Dan diantaranya menunjukkan pada semua pembaca tentang pengetahuan ke Islaman, bahwasanya Sayyid Quthb tidak mengetahui tentang Islam baik secara Ushul (dasar) maupun Furu’ (cabang). Maka saya berterima kasih kepada Al-Akh (Syaikh Rabi bin Hadi) atas ditegakkannya kewajiban untuk menjelaskan dan menyingkap akan kejahilan dan penyimpangan (Sayyid Quthub) dari Islam
Berkata Fadhilatusy Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah dalam sebuah rekaman di Jeddah tertanggal 23/31421H : Pertanyaan : “Sesungguhnya kami sedikit banyak mengetahui tentang Sayyid Quthb, akan tetapi ada satu hal yang kami belum dengar tentangnya. Kami mendengar dari salah seorang thalabul ilmi yang mengatakan : Bahwasanya Sayyid Quthb berbicara tentang wihdatul wujud? Kami mengharap kesediaan Syaikh untuk menjawabnya, terima kasih”.
Berkata Syaikh Shalih Al-Utsaimin rahimahullah, “Saya sedikit menelaah kitab-kitab Sayyid Quthb dan saya tidak mengetahui tentang orang ini (Sayyid Quthb). Akan tetapi beberapa ulama telah menulis tentang koreksian atas tulisan-tulisan (Sayyid Quthb) dalam Fii Zhilalil Qur’an, dan beberapa tulisan lain tentang hal itu, seperti yang ditulis oleh Syaikh Abdullah Ad-Duwais rahimahullah dan tulisan saudara kami, Syaikh Rabi’ Al-Madkhali, tentang tafsir Sayyid Quthb dan lain-lainnya. Maka barangsiapa yang menghendaki merujunya silahkan”.
Ditanyakan kepada Syaikh Shalih Al-Utsaimin rahimahullah, “Bagaimana menurut pandangan Anda tentang orang yang menganjurkan para pemuda Sunni untuk membaca buku-buku Sayyid Quthb, diantaranya Fii Zhilalil Qur’an, Ma’alim ala Thariq, dan Limadza A’dzamuni, tanpa menerangkan kesalahan-kesalahan dan kesesatan-kesesatan yang ada di dalamnya?”
Berkata Syaikh Shalih Al-Utsaimin rahimahullah, “Saya berkata –semoga Allah memberikan barokah kepadamu- bahwasanya nasehat itu bagi Allah dan RasulNya, dan bagi saudaranya muslim. Bahwasanya saya sangat berharap kepada seluruh orang untuk membaca kitab-kitab mutaqadimin dalam masalah tafsir, dan selainnya, karena itu lebih membawa barokah, lebih bermanfaat, dan lebih dari kitab-kitab muta’akahirin. Dan bahwasanya tafsir Sayyid Quthb –semoga Allah merahmatinya- didalamnya terdapat kesalahan –dan saya mengharap Allah akan mengampuninya- : Misalnya tafsirnya tentang Istiwa, tafsir surat (Qul huwallahu ahad), dan juga pensifatannya terhadap para Nabi yang seharusnya pensifatan tersebut tidak dilakukannya” [3]
Berkata Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah ketika ditanyakan tentang pengkafiran orang yang meninggalkan shalat oleh Imam Ahmad dan pengkafiran masyarakat oleh Sayyid Quthb, mengapa keduanya tidak diperlakukan sama ? (Ahlus Sunnah memperlakukan beda antara Imam Ahmad dan Sayyid Quthb?).
Syaikh Al-Fauzan menjawab, “Imam Ahmad adalah seorang alim, masyhur, mengetahui dalil-dalil dan jalan untuk beristidlal (berdalil), sedangkan Sayyid Quthb adalah jahil, tidak ada padanya ilmu dan pengetahuan, dan dia tidak memiliki dalil dalam perkataannya. Melakukan perbandingan antara Imam Ahmad dan Sayyid Quthb adalah kezhaliman. Bahwasanya pada Imam Ahmad banyak sekali dalil dari Kitab dan Sunnah tentang pengkafiran bagi orang yang meninggalkan shalat secara sengaja, dan pada Sayyid Quthb tidak ada dalil satupun yang mendasari pengkafiran terhadap masyarakat muslimin secara menyeluruh, bahkan yang ada ada adalah sebaliknya”.
Ketika Syaikh Al-Fauzan hafizhahullah ditanyakan apakah Sayyid Quthb termasuk dalam golongan mujtahid? Maka beliau menjawab, “Bahwasanya dia (Sayyid Quthb) adalah jahil dan diberi udzur karena kejahilannya. Lalu juga bahwasanya masalah akidah bukanlah majal (bidang)nya ijtihad, tetapi (akidah) adalah majalnya taufiqiyah (berdalil dengan nash)”.
Berkata Fadhilatush Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr hafizhahullah ketika ditanyakan perihal membaca buku-buku tulisan Sayyid Quthb, beliau menjawab, “Bahwasanya Sayyid Quthb bukan termasuk ulama yang dapat diikuti perkataannya dalam masalah-masalah ilmiyah …” [4]
Berkata Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr ketika ditanya tentang kitab Fii Zhilalil Qur’an, “Kitab Zhilalil Qur’an atau Fii Zhilalil Qur’an yang ditulis oleh Syaikh Sayyid Quthb –semoga Allah merahmatinya- adalah sebuah tafsir baru yang didasarkan atas ra’yu (akal semata), bukan berdasar atas naql (dalil syar’i), dan tidak juga berdasar atas Atsar. Dan sebagaimana telah diketahui bahwa orang-orang rasionalis (ashabu ra’yi), yang mana mereka itu berkata-kata dengan berdasar akal saja akan menghasilkan kesalahan-kesalahan dan keburukan …” [5]
Berkata Syaikh Hammad Al-Anshary –rahimahullah- ketika ditanya tentang perkataan Sayyid Quthb yang ada di kitabnya Mu’arakah Al-Ra’samaliyah Al-Islamiyah. Syaikh berkata, “Apabila orang ini (Sayyid Quthb) masih hidup maka hendaknya ia bertaubat, maka apabila tidak, dapat dihukumi mati sebagai orang murtad. (Karena) ia telah meninggal maka dijelaskan (pada umat) bahwa perkataannya itu bathil dan kita tidak mengkafirkannya karena kita belum menegakkan hujjah atasnya” [6]
Berkata Fadhilatu Al-Imam Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ketika ditanya tentang perkataan Sayyid Quthb –semoga Allah mengampuninya- dalam Fii Zhlialil Qur’an ketika Sayyid Quthb menafsirkan ayat (Ar-Rahmanu ala arsy istawa).
Beliau (Sayyid Quthb) mengatakan, “Dalam hal istiwa di atas Arsy maka hendaknya kita mengatakan : Bahwasanya istiwa’ itu artinya penguasaan (Allah) atas makhluknya” [7]
Berkata Syaikh Bin Baz rahimahullah, “Semua perkataan di atas adalah perkataan yang fasid. Maksud dari pemaknaan ‘penguasaan’ di sini (pada hakikatnya) mengingkari istiwa’ yang maknanya sudah jelas : Tinggi di atas Arsy. Apa yang dikatakannya (Sayyid Quthb) adalah bathil dan ini menunjukkan bahwa dia miskin dalam (ilmu) tasfir” [8]
Dan masih banyak lagi fatwa yang sebenarnya bisa saya turunkan di sini, akan tetapi mengingat keterbatasan tempat, saya cukupkan pada fatwa para ulama mu’tabar.
Hal ini semua membuktikan bahwa apa yang didakwakan oleh penulis bahwa Syaikh Rabi Al-Madkhali hafizhahullah telah dibantah oleh para masyayikh tidak terbukti. Maka wajib bagi penulis untuk mendatangkan bukti yang lebih rajih dan qawwi untuk membantah ini semua.
Bahkan ada pada saya fatwa-fatwa dari Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhamamd Nashiruddin Al-Albani, Syaikh Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Abdullah Al-Ghadyan, Syaikh Muhsin Al-Abbad, Syaikh Hammad Al-Anshari, Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh, Syaikh Ubiad Al-Jabiri, Syaikh Zaid bin Muhammad Al-Madkhali, Syaikh Muhamamd bin Jamil Zainu dan masih banyak lagi fatwa para ulama Ahlus Sunnah yang memberikan bantahan dan juga Jahr wa Ta’dil pada buku-buku Sayyid Quthb.
[Disalin dari buku Menyingkap Syubhat Dan Kerancuan Ikhwanul Muslimin Catatan Dan Bantahan Atas Buku Al-Ikhwan Al-Muslimun : Anugerah Allah Yang Terzalimi, Penulis Andy Abu Thalib Al-Atsary, Penerbit Darul Qalam]
_________
Foote Note
[1]. Seluruh fatwa berikut dinukil dari kumpulan fatwa : Bara’atul Ulama Al-Ummah Fii Tazkiyati Ahli Bid’ah wal Madzmummah, disusun oleh Asham bin Abdullah Al-Sanany, Maktabah Al-Furqon Riyadh 2001
[2]. Fatwa ini berdasar atas tulisan tangan yang ditulis oleh Syaikh Al-Albani di akhir hayat beliau. Semoga Allah Ta’ala meninggikan derajatnya, memuliakannya dan membalas kebiakannya.
[3]. Majalah Al-Da’wah no. 1591/9 Muharram 1418H dan juga dalam rekaman tertanggal 23/2/1421H
[4]. Rekaman tertanggal 9/6/1421H
[5]. Rekaman tertanggal 7/11/1414H
[6]. Dimuat di Al-Qawashim oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali (hlm, 24) atas rekaman tertanggal 3/1/1415H
[7]. Lihat Fii Zhilalil Qur’an IV/2328, VI/3408
[8]. Rekaman tahun 1413H
Lampiran:fatwa-ulama-thd-sayyid-quthb.zip
Tag: islam, ebook, firqah
Sebelumnya: [Ebook] Hakikat Ikhwanul Muslimin
Selanjutnya : [Ebook] Syariah ‘Ala FPI? (Bahasan Amar Ma’ruf Nahi Munkar)
Februari 4, 2012 at 7:26 pm
assalamualaikum… ustd ana mau tanyak.. Imam Ibnu Hajar Al asqolani itu termasuk ulama bukan…termasuk muhadits bukan…??? sukron jazakaallah khair
April 10, 2012 at 3:53 pm
situs ini kliatan banget akidah ikhwani, cuman berusaha berwajah salafy. sy kenal dgn banyak ikhwani yg tipe gini. mereka lemah dalam akidah(sehingga masalah bid’ah tidak dianggap penting) tapi mereka butuh ilmu dari salafy(karna ulama mereka sedikit yg berilmu, sehingga mereka butuh dari salafy/datang ke kajian salafy seolah-olah seorang salafy), wajar jika IM itu akidahnya gado2. atas dasar apa IM menganggap Sayid qutub dan hasan albana itu syahid??
Januari 3, 2021 at 1:54 am
It’s hard to say